{ Tidak miliki ijazah SD bisa bergaji 3, 1 juta ; berikut kebaikan nurani Gubernur DKI. Agar mereka dapat bertahan dengan pekerjaan nya, ada peraturan baru yg mengharuskan berijazah minimum SD ; coba bertanya lah mereka yg berijazah SMA, D3 saja masih tetap di bawah 3 jutaan) Untuk beberapa penyapu jalan Jakarta yang berumur diatas 45 th., mendapatkan ijazah setara SD adalah perjuangan. Ijazah itu jadi penentu kelanjutan penghidupan mereka. Untuk itulah mereka mengikuti ujian, satu ruang berbarengan anak belasan tahun.
Di awali keengganan, mereka hadapi rasa malu serta tak yakin diri. Bermodal baju putih pinjaman sampai mencicil duit sekolah, mereka berusaha meraih ijazah itu.
Rahim (48), petugas kontrak Dinas Kebersihan DKI Jakarta, berharap-harap cemas menunggu hasil ujiannya, Kamis (19/5). Satu hari terlebih dulu, ia merampungkan ujian paling akhir, yakni mata pelajaran IPA.
”Paling susah itu, ya, matematika, yang perkalian bersusun itu. Takut tak lulus ini. Bila lainnya, yakin bisa, ” kata Rahim di sela-sela rehat selesai menyapu ruas jalan pada Hotel Le Meridien serta City Walk, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, yang menjadi tugasnya.
Ujian sepanjang tiga hari itu adalah puncak dari sekolah malam sepanjang 3 bln. terakhir. Biaya sekolah Rp 800. 000 ia cicil empat kali. Sampai saat ini, biaya itu juga belum ia lunasi.
Sepanjang ujian, Rahim ajukan izin spesial untuk ikuti ujian hingga ia bekerja cuma jam 05. 00-08. 30. Umumnya, jam kerjanya selesai jam 13. 00. Mengajukan izin di tandatangani kepala sekolah tempatnya bersekolah malam.
Sepanjang masa ujian, ayah dua anak itu mengantongi kemeja putih dibalik seragam kerjanya yang berwarna oranye. Kemeja putih serta celana kain hitam adalah prasyarat ikuti ujian. Kemeja putih pinjaman dari kawan itu ia simpan baik-baik saat sebelum dipakai supaya tidak kotor sepanjang ia bekerja.
Dari tempat kerja ke sekolah di Palmerah, Rahim kenakan pakaian seragam kebersihan. Di sekolah, ia berkumpul berbarengan belasan petugas Dinas Kebersihan, petugas Penanganan Prasarana serta Fasilitas Umum (PPSU), serta petugas dari Badan Air untuk pergi ke tempat ujian di Jalan Kembangan Utara.
Sesampainya di tempat ujian, baru mereka bertukar kemeja putih. ”Sebenarnya kami malu juga datang begitu. Ini pengen ikut ujian atau ingin bersih-bersih disana, kok masih tetap mengenakan seragam, ” tuturnya sembari tertawa.
Awalannya, Rahim malu lantaran dalam usianya yang telah tua itu wajib kembali pada bangku sekolah, bahkan juga sekelas dengan anak belasan th.. Warga Kembangan itu mengambil keputusan ikuti Ujian Kejar Paket A untuk mempertahankan pekerjaannya sekarang ini. Untuk persiapan ujian, ia belajar berbarengan anaknya yang duduk di bangku SMA.
Menurut ketentuan baru, ijazah setara SD itu prasyarat mutlak untuk perpanjang kontrak sebagai petugas kebersihan, th. 2017. Pendapatannya Rp 3, 1 juta per bln. adalah sumber keuangan paling utama keluarga. Rahim masihlah menaruh impian untuk menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi.
Zaenal (52), petugas kebersihan di Jalan Gatot Subroto, Kelurahan Bendungan Hilir, juga berkemauan lulus. Ia bahkan juga punya niat mengulang lagi di th. depan bila th. ini tidak lulus. Ayah dua anak itu juga merencanakan meneruskan pendidikan sampai peroleh ijazah setara SMP serta SMA.
Zaenal mengakui kurang percaya diri waktu ujian kesempatan ini lantaran usianya. ”Yaaa… namanya juga telah tua, ” kata warga Lenteng Agung itu.
Saat sebelum ujian, ia ikuti sekolah malam, jam 19. 00- 21. 00. Dia bersekolah tiga kali sepekan sepanjang 3 bln.. Sepanjang sekolah, Zaenal tiba dirumah sekitaran jam 23. 00 lantaran tempat sekolah di Palmerah jauh dari tempat tinggalnya. Jam 05. 00 dia telah bersiap kerja lagi.
Sepanjang lebih dari 25 th. bekerja sebagai penyapu jalan, baru kesempatan ini Zaenal mengantongi pendapatan Rp 3, 1 juta. Sebelumnya, bertahun-tahun jadi tukang sapu di perusahaan swasta, pendapatannya cuma sekitaran Rp 1 juta satu bulan.
”Ya lantaran saat ini upah lumayan, ya, saya tak keberatan bila wajib sekolah lagi, ” kata Zaenal yang telah melunasi ongkos sekolah lewat cara mencicil 2 x.
Zaenal, anak nomor tiga dari 12 bersaudara, pernah sekolah sampai kelas VI SD di Lenteng Agung. Beberapa bln. saat sebelum kelulusan, ayahnya terserang stroke sehingga warung keluarga gulung tikar untuk tutup ongkos berobat. Ia sangat terpaksa keluar sekolah lantaran tidak ada biaya lagi.
Tingkatkan martabat
Walau dimulai keengganan, saat ini petugas kebersihan merasa ijazah bakal tingkatkan martabat mereka. Tanpa ada ijazah, rasa malu sering menghantui. Mereka juga kerap terasa dikira bodoh oleh orang sekitaran.
Yang paling jelek, mereka terancam kehilangan pekerjaan setiap saat.
”Dulu jadi tukang sapu cuma perlu KTP serta KK. Saat ini saingannya telah banyak, anak-anak muda lulusan SMP serta SMA. Jadi kerap takut, ” kata Chadiroh (49), yang bertugas di perumahan sekitaran Gerbang Pemuda atau Manggala Wanabhakti, Kelurahan Gelora, Jakarta Pusat.
Baginya, ijazah setara SD itu adalah jaminan rasa aman untuk selalu bekerja. Wanita berambut pendek itu sekalipun tidak pernah sekolah. Ia belajar membaca serta berhitung dari beberapa rekannya.
Sekretaris Dinas Pendidikan DKI Jakarta Bowo Irianto mengatakan, peserta ujian Paket A di DKI 4. 866 peserta. Mereka biasanya pekerja informal, seperti tukang sapu, petugas kebersihan, serta petugas PPSU yang dituntut miliki ijazah sekurang-kurangnya tingkat SMP serta SMA.
”Tak cuma warga DKI Jakarta, peserta ujian Paket A juga datang dari daerah yang merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan, demikian halnya peserta Paket B serta C. Mereka berupaya melakukan perbaikan keadaan ekonomi serta memberi pengetahuan dengan turut program Paket A, B, atau C, ” katanya.
sumber : megapolitan.kompas.com
Di awali keengganan, mereka hadapi rasa malu serta tak yakin diri. Bermodal baju putih pinjaman sampai mencicil duit sekolah, mereka berusaha meraih ijazah itu.
Rahim (48), petugas kontrak Dinas Kebersihan DKI Jakarta, berharap-harap cemas menunggu hasil ujiannya, Kamis (19/5). Satu hari terlebih dulu, ia merampungkan ujian paling akhir, yakni mata pelajaran IPA.
”Paling susah itu, ya, matematika, yang perkalian bersusun itu. Takut tak lulus ini. Bila lainnya, yakin bisa, ” kata Rahim di sela-sela rehat selesai menyapu ruas jalan pada Hotel Le Meridien serta City Walk, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, yang menjadi tugasnya.
Ujian sepanjang tiga hari itu adalah puncak dari sekolah malam sepanjang 3 bln. terakhir. Biaya sekolah Rp 800. 000 ia cicil empat kali. Sampai saat ini, biaya itu juga belum ia lunasi.
Sepanjang ujian, Rahim ajukan izin spesial untuk ikuti ujian hingga ia bekerja cuma jam 05. 00-08. 30. Umumnya, jam kerjanya selesai jam 13. 00. Mengajukan izin di tandatangani kepala sekolah tempatnya bersekolah malam.
Sepanjang masa ujian, ayah dua anak itu mengantongi kemeja putih dibalik seragam kerjanya yang berwarna oranye. Kemeja putih serta celana kain hitam adalah prasyarat ikuti ujian. Kemeja putih pinjaman dari kawan itu ia simpan baik-baik saat sebelum dipakai supaya tidak kotor sepanjang ia bekerja.
Dari tempat kerja ke sekolah di Palmerah, Rahim kenakan pakaian seragam kebersihan. Di sekolah, ia berkumpul berbarengan belasan petugas Dinas Kebersihan, petugas Penanganan Prasarana serta Fasilitas Umum (PPSU), serta petugas dari Badan Air untuk pergi ke tempat ujian di Jalan Kembangan Utara.
Sesampainya di tempat ujian, baru mereka bertukar kemeja putih. ”Sebenarnya kami malu juga datang begitu. Ini pengen ikut ujian atau ingin bersih-bersih disana, kok masih tetap mengenakan seragam, ” tuturnya sembari tertawa.
Awalannya, Rahim malu lantaran dalam usianya yang telah tua itu wajib kembali pada bangku sekolah, bahkan juga sekelas dengan anak belasan th.. Warga Kembangan itu mengambil keputusan ikuti Ujian Kejar Paket A untuk mempertahankan pekerjaannya sekarang ini. Untuk persiapan ujian, ia belajar berbarengan anaknya yang duduk di bangku SMA.
Menurut ketentuan baru, ijazah setara SD itu prasyarat mutlak untuk perpanjang kontrak sebagai petugas kebersihan, th. 2017. Pendapatannya Rp 3, 1 juta per bln. adalah sumber keuangan paling utama keluarga. Rahim masihlah menaruh impian untuk menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi.
Zaenal (52), petugas kebersihan di Jalan Gatot Subroto, Kelurahan Bendungan Hilir, juga berkemauan lulus. Ia bahkan juga punya niat mengulang lagi di th. depan bila th. ini tidak lulus. Ayah dua anak itu juga merencanakan meneruskan pendidikan sampai peroleh ijazah setara SMP serta SMA.
Zaenal mengakui kurang percaya diri waktu ujian kesempatan ini lantaran usianya. ”Yaaa… namanya juga telah tua, ” kata warga Lenteng Agung itu.
Saat sebelum ujian, ia ikuti sekolah malam, jam 19. 00- 21. 00. Dia bersekolah tiga kali sepekan sepanjang 3 bln.. Sepanjang sekolah, Zaenal tiba dirumah sekitaran jam 23. 00 lantaran tempat sekolah di Palmerah jauh dari tempat tinggalnya. Jam 05. 00 dia telah bersiap kerja lagi.
Sepanjang lebih dari 25 th. bekerja sebagai penyapu jalan, baru kesempatan ini Zaenal mengantongi pendapatan Rp 3, 1 juta. Sebelumnya, bertahun-tahun jadi tukang sapu di perusahaan swasta, pendapatannya cuma sekitaran Rp 1 juta satu bulan.
”Ya lantaran saat ini upah lumayan, ya, saya tak keberatan bila wajib sekolah lagi, ” kata Zaenal yang telah melunasi ongkos sekolah lewat cara mencicil 2 x.
Zaenal, anak nomor tiga dari 12 bersaudara, pernah sekolah sampai kelas VI SD di Lenteng Agung. Beberapa bln. saat sebelum kelulusan, ayahnya terserang stroke sehingga warung keluarga gulung tikar untuk tutup ongkos berobat. Ia sangat terpaksa keluar sekolah lantaran tidak ada biaya lagi.
Tingkatkan martabat
Walau dimulai keengganan, saat ini petugas kebersihan merasa ijazah bakal tingkatkan martabat mereka. Tanpa ada ijazah, rasa malu sering menghantui. Mereka juga kerap terasa dikira bodoh oleh orang sekitaran.
Yang paling jelek, mereka terancam kehilangan pekerjaan setiap saat.
”Dulu jadi tukang sapu cuma perlu KTP serta KK. Saat ini saingannya telah banyak, anak-anak muda lulusan SMP serta SMA. Jadi kerap takut, ” kata Chadiroh (49), yang bertugas di perumahan sekitaran Gerbang Pemuda atau Manggala Wanabhakti, Kelurahan Gelora, Jakarta Pusat.
Baginya, ijazah setara SD itu adalah jaminan rasa aman untuk selalu bekerja. Wanita berambut pendek itu sekalipun tidak pernah sekolah. Ia belajar membaca serta berhitung dari beberapa rekannya.
Sekretaris Dinas Pendidikan DKI Jakarta Bowo Irianto mengatakan, peserta ujian Paket A di DKI 4. 866 peserta. Mereka biasanya pekerja informal, seperti tukang sapu, petugas kebersihan, serta petugas PPSU yang dituntut miliki ijazah sekurang-kurangnya tingkat SMP serta SMA.
”Tak cuma warga DKI Jakarta, peserta ujian Paket A juga datang dari daerah yang merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan, demikian halnya peserta Paket B serta C. Mereka berupaya melakukan perbaikan keadaan ekonomi serta memberi pengetahuan dengan turut program Paket A, B, atau C, ” katanya.
sumber : megapolitan.kompas.com